Jumat, 27 Mei 2011

senyum Alvin


Hari ini banyak elemen mahasiswa dan masyarakat memperingati hari antikorupsi sedunia. Sebuah hari yang menandakan gendering perang. Tentu kepada koruptor yang berjasa memiskinkan negeri Indonesia.
Menyambut momentum itu, banyak digelar aksi massa. Salah satunya dilakukan KAMMI dan BEM SI di depan istana Negara. Berjubelan mahasiswa sejak pukul dua siang. Almamater bermacam warna berdatangan bak gelombang pasang. Seruan orasi dan teriakan penuh semangat membakar semangat peserta aksi.


Aksi sendiri dapat dikatakan berjalan tertib, meski sempat ditingkahi saling dorong mahasiswa KAMMI dan kepolisian. Tapi secara umum, tak ada kerusuhan dan tindakan anarkis. Demonstran berjalan damai sampai sekitar pukul empat sore.
Pasca aksi, aku langsung menunaikan sholat ashar. Perjalanan mengarah ke kantor RRI tepatnya menuju mushola RRI. Sayang, mushola kecil itu sudah sangat penuh. Akhirnya aku memutuskan melanjutkan perjalanan menuju mushoal Menkominfo. Alhamdulillah mushola sepi, sehingga tertunaikan kewajiban sholat ashar.


Pasca sholat aku memutuskan pulang dan menaiki busway. Keluar komplek Kementerian Kominfo bersama seorang teman berjalan sampai patung kuda Indosat. Aku menuju halte busway Bank Indonesia. Baru menaiki jembatan menuju halte, mataku melirik seorang ibu tua. Pakaiannya lusuh, dan kondisinya mengenaskan bersama seorang anaknya.

Aku berhenti sebentar dan mendekati sang ibu “ Duh anak ibu lucu sekali, siapa namanya ?”.


“ Alfan dek” jawabnya singkat. Tanganku mencoba merogoh kantong. Ah hanya sedikit ribuan masih di kantong. Aku menyerahkan uang tak seberapa banyak kepada ibu. Tanganku mengelus badan sang adik. Seorang adik lucu sedang asyik minum susu botol pemberian ibunya.


Sang ibu bercerita dirinya ditinggal suami. Beliau membesarkan sang anak sendirian. Tak lupa ucapan terima kasih meluncur dari mulutnya. Ah… mataku kembali meneteskan air mata. Betapa pemerintah kejam sekali memarginalkan kehidupan anak miskin dan fakir terlantar.


Sekian menit aku mencoba menghibur sang ibu. Aku akhirnya melanjutkan perjalanan. Ups…. Diriku terkesima. Bukan hanya ibu itu seorang. Semakin mendaki jembatan, makin banyak kondisi serupa. Ada sekitar dua orang ibu menggendong anaknya, kondisi badan mereka letih dan lusuh.


Aku menuruni jembatan, jejak kakiku berhenti. Seorang anak mengeluh “  Ka tolong aku, sudah lama aku tak makan”.
Perasaan iba bermunculan, “ namanya sapa dek?” tanyaku. “Alfin ka” jawabnya singkat.


“ Sekolah di mana?” kembali aku bertanya. “ gak sekolah ka” jawabnya pendek. Aku menanyakan rumahnya, ternyata dia tinggal di Citayam, Bogor. Perbincangan berjalan hangat. Aku memberikan kepadanya uang, “hayo bilang apa? “ tegurku. “Makasih ka” tawa riang dan senyum mengembang di bibirnya.


Kulihat banyak mata menatapku. Sekeliling manusia penghuni busway melirik dan terbawa pikiran masing – masing.
Diriku semakin berpikir, betapa banyak anak gagal mengecap pendidikan. Sedih mendengar derita anak jalanan. Lantas hatiku bertanya “ Terus peran negara apa melihat kondisi mereka yang termarginalkan???”

Tidak ada komentar: