Jumat, 27 Mei 2011

PAHLAWAN TIDAK MENUNTUT PENGHARGAAN


Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 61 tahun silam.
Peringatan Hari Pahlawan merupakan momen penting bagi seluruh bangsa, bukan saja untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan para pejuang demi memperjuangkan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Tetapi juga merupakan momen yang sangat tepat untuk memupuk rasa kesadaran bangsa (Nasionalisme). 
Pahlawan Bergerak Bersama Rakyat
Kedudukan Rakyat Ironisnya, eksistensi rakyat kian hari kian terpinggirkan, bahkan terlupakan. Saat ini, rakyat menjadi komoditas yang terus-menerus dieksploitasi tanpa henti. Partai politik, elite politik, wakil rakyat, lembaga swadaya masyarakat terus-menerus berkoar-koar memperjuangkan nasib rakyat tanpa ada realisasinya. Istilah rakyat lebih banyak diomongkan ketimbang diperjuangkan. Rakyat bagai barang dagangan yang ramai dan laris diperjualbelikan.
Kedudukan Rakyat Ironisnya, eksistensi rakyat kian hari kian terpinggirkan, bahkan terlupakan. Saat ini, rakyat menjadi komoditas yang terus-menerus dieksploitasi tanpa henti. Partai politik, elite politik, wakil rakyat, lembaga swadaya masyarakat terus-menerus berkoar-koar memperjuangkan nasib rakyat tanpa ada realisasinya. Istilah rakyat lebih banyak diomongkan ketimbang diperjuangkan. Rakyat bagai barang dagangan yang ramai dan laris diperjualbelikan.
Pahlawan tersebut sebenarnya mengandung nilai atau karakter kepahlawanan yang seharusnya terus menjadi warisan bangsa. Nilai kepahlawanan bangsa Indonesia antara lain pertama, keberanian, dalam arti keberanian untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan, yang dilandasi hati yang mantap dan percaya diri. Dalam hal ini termasuk dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan dengan mental baja dan konsisten
Nilai kedua kepahlawanan adalah kepeloporan, dalam arti sikap dan perilaku yang terpuji sekaligus sebagai pemimpin yang berani memberikan perubahan ke arah yang positif dan lebih baik dari sebelumnya bagi kepentingan masyarakat. Dengan kepeloporan yang mencakup dari pemikiran, aksi, tindakan dan karya yang nyata terdepan untuk membuka rintisan terbaru yang lebih baik.
Ketiga adalah nilai kerelaan berkorban, dalam arti mau berkorban secara ikhlas berupa apa pun yang dimiliki demi kepentingan bangsa dan negara dan tanpa harapan balasan atau imbalan apa pun (atau tanpa menuntut penghargaan, seperti yang terpampang di spanduk). Sedangkan keempat adalah nilai kepedulian dan keberpihakan pada nasib rakyat.
Kini bangsa ini juga mengalami problem amat serius, yakni ketidak percayaan diri. Sebuah bangsa tanpa kepercayaan diri tidak mungkin bisa menghasilkan produk-produk unggul. Keunggulan hanya bisa diraih jika kita mempunyai kebanggaan akan bangsa dan negerinya sendiri.
Di Cari Pahlawan Anti Korupsi
Cerita korupsi tidak akan pernah habis kalau masih banyak orang masih sangat berkeinginan untuk tetap mencari kekayaan semata dalam kehidupannya. Dan Indonesia masih saja menjadi negara yang tidak lepas dari belenggu korupsi. Parahnya lagi pencegahan korupsi di Indonesia masih jalan di tempat.
Bahkan dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 2,2 pada 2005 naik menjadi 2,4 pada 2006 yang dikeluarkan Transparency International (TI). Meski IPK Indonesia naik 0,2 poin, namun Indonesia masih berada di urutan 130 dari 163 negara yang disurvey, jauh berada di bawah Malaysia dengan IPK 5,0 dan Thailand dengan IPK 3,6. Itu belum lagi hasil survei yang dilakukan TI yang menunjukkan Instruksi Presiden No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi selama ini hanya menjadi dokumen yang tersimpan dengan rapi di atas meja pimpinan unit-unit kerja pemerintahan, namun belum dijalankan dan belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Korupsi sepertinya telah menjadi bobrok utama masyarakat, bahkan menjadi budaya dari kalangan berpangkat sampai rakyat biasa. Ibarat suatu penyakit sudah menjadi sangat kronis dan sudah menjalar ke seluruh tubuh sehingga mengakibatkan rusaknya tatanan sendi-sendi perekonomian. Akibat korupsi tidak ada lagi orang yang bisa menjadi pahlawan dan anutan. Yang banyak berseliweran adalah orang-orang yang mengaku pahlawan.
Namun tentunya saat ini yang sangat dicari adalah seorang pahlawan yang mampu memberantas korupsi yang sepertinya sudah berurat-berakar di negara ini. Dicari seorang yang berani menolak segala sesuatu pemberian hanya untuk kepentingan pribadinya. Orang yang berani memangkas birokrasi yang semuanya berujung kepada perilaku korupsi. Inilah yang menjadi satu tandatanya yang sangat besar dan menggelayut di dalam setiap pemikiran kita.
Kedudukan Rakyat Ironisnya, eksistensi rakyat kian hari kian terpinggirkan, bahkan terlupakan. Saat ini, rakyat menjadi komoditas yang terus-menerus dieksploitasi tanpa henti. Partai politik, elite politik, wakil rakyat, lembaga swadaya masyarakat terus-menerus berkoar-koar memperjuangkan nasib rakyat tanpa ada realisasinya. Istilah rakyat lebih banyak diomongkan ketimbang diperjuangkan. Rakyat bagai barang dagangan yang ramai dan laris diperjualbelikan.
Sesungguhnya para pahlawan yang berjuang pada zaman revolusi dahulu jelas punya cita-cita mulia agar negara ini dapat berdiri dengan kukuh dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Para pahlawan rela berkorban agar anak cucunya tidak dicemoohkan oleh bangsa lain. Itulah yang seharusnya direnungkan semua kita bahwa kita memang harus bisa bangkit bukan sebagai negara juara satu koruptor namun menjadi negara yang nomor satu dalam kebersihannya dan kejujurannya.****





 Tulisan Ini Di Tujukan Untuk Memperingati  Hari Pahlawan 10 November

Tidak ada komentar: