Jumat, 27 Mei 2011

IBU KOTA PINDAH, PEMERINTAH LEBAY


Wacana pemindahan ibukota negara dari Jakarta sebenarnya bukanlah hal yang baru. Ibukota Republik Indonesia pernah beberapa kali pindah antara tahun 1945-1950, yakni dari Jakarta ke DI Yogyakarta, lalu ke Bukittinggi, Sumatera Barat, sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta. Pada tahun 1950 Presiden Soekarno dulu pernah berencana menjadikan Palangkaraya sebagai calon ibukota negara. Gagasannya, agar ibukota negara ditempatkan di wilayah tengah Indonesia.
Memang betul, pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan membutuhkan biaya sangat besar. Memang harus  dikaji dulu secara holistik dan komprehensif, menurut penulis  jauh lebih baik lagi, jangan terlalu banyak memikir, sehinga terlalu banyak perhitungan dan outputnya tidak jalan (Policy Making), banyak pertimbangan memang betul tapi kalau banyak perhitungan pemindahan ibu kota hanya untuk membangun ”framing isue”. Jadi jangan terlalu lama, ibarat teori berenang kalau terlalu banyak membaca buku berenang di perpustakaan maka tidak akan pernah bisa berenang, jangan terlalu lama dalam teori  opsi dan perdebatan palsu, langsung saja merenang ke kolom, maka semua ilmu dan teori akan keluar dengan sendiri, tanpa kita sadari akhirnya bisa juga merenang, karena ketika mulai tenggelang semua ilmu keluar semua, artinya adalah kalau hanya baca buku berenang berbulan- bulan maka dipastikan tidak akan pernah bisa berenang.
Emperisme Negara Lain Relatif  Sukses
           Ada beberapa ahli berpendapat mengenai dampak atau efek yang ditimbulkan dengan pemindahan Ibu Kota Jakarta, yaitu efek psikologis politik daya tarik Jakarta akan berkurang. Keinginan untuk urbanisasi ke Jakarta akan berkurang. Kedua, kiranya dengan kalkulasi yang lebih akurat bisa dihitung berapa banyak orang yang akan ikut pindah dengan pindahnya ibu kota termasuk segala ikutannya, khususnya magnitude aktivitas dan kendaraan. Ini menurut analisis penulis pendapat yang relatif tidak objektif dan hanya  berjalan pada kebenaran nalar tunggal, tapi tidak berdasarkan emperisme, sekedar mencontohkan pemindahan, beberapa kota besar di beberapa negara, Harusnya seperti Brazil yang memindahkan ibukotanya begitu jauh dari Rio de Janeiro ke Brasilia, atau Amerika Serikat dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin.Yang jelas jangan setengah hati, seperti Malaysia hanya memindahkan Ibu Kota Pemerintahan ke Putra Jaya, sementara Kuala Lumpur tetap Ibu Kota, tapi hasilnya juga tidak seperti yang diharapkan tidak efesien dan efektif, karena kebijakannya setengah, meskinya kebijakan setengah hati jangan terjadi, hasilnya juga setengah, lihat sekali lagi apa yang terjadi dengan Negara tersebut hari ini, yang berani membuat policy ”karena buaya  ku kayuh perahu ke tengah laut” esok, yang akan datang, tapi itulah Indonesia terlalu banyak pengamat, pemerintah dan ahlinya berdebat dalam pilihan (opsi), sehinga terlalu lama dalam keputusan, padahal tidak seperti yang di forecasting.
Dipindahkan pusat pemerintahan bukan Ibukota," kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa kepada wartawan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (10/9/2010). Penulis tidak sependapat dengan Hatta Rajasa, Ini akan sama hasilnya dengan Malaysia, Putra Jaya Pusat pemerintahan dan Ibu Kota Kuala Lumpur, Indonesia Luas, dari sabang sampai merauke, berbeda jauh dengan Malaysia, tidak terjadi perubahan yang signifikan, dan relatif tidak mampu menjawab masalah yang di alami Ibu Kota kita hari ini, menurut penulis Ibu Kota pindah dan pusat pemerintahan juga pindah, bukan pusat pemerintahan saja, ini kebijakan yang setengah hati, sehingga tidak terjadi rembesan pembangunan ekonomi dan politik, jangan selalu besarnya  APBN di dikemukan (persoalan klasik), padahal Korupsi di Indonesia melebihi dari dana pemindahan Ibu kota selama ini di Negeri yang menjadi kegelisan kita bersama.
Penulis  mendukung sepenuhnya pemindahan Ibu Kota Jakarta, dan hanya satu itu opsi yang  penulis tawarkan, opsi yang lain yang ditawarkan Presiden SBY relatif tidak tegas dan tidak ada political wiilnya, terjebak dengan opsi, pendapat lain seperti  Andrinof Chaniago, Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini adalah pendukung kuat pemindahan Ibukota. Beliau menyatakan bahwa suatu bom sosial siap meledak di Jakarta 20 tahun lagi. Kesenjangan sosial kian tajam, kriminalitas tinggi, taraf kesehatan menurun serta gangguan jiwa meningkat, hal yang sama juga diungkapkan oleh Yayat Supriyatna Planolog dari Universitas Trisakti, Jakarta, ini mendukung upaya pemindahan Ibukota dari Jakarta. Beliau berpendapat bahwa fungsi dan peran jakarta sekarang ini menjadi tidak jelas. Artinya adalah, para ahli sepakat dengan pemindahan Ibu kota, kenapa pemerintah lebay?

 Para Ahli Setuju Ibu Kota Pindah, Pemerintah Jangan Lebay
Para ahli di bawah ini pada umumnya setuju dengan pemindahan Ibu Kota Jakarta, tapi pemerintah kenapa masih banyak pertimbangan, padahal sesuatu yang tidak diserahkan keahlinya maka tungu kehancuran Jakarta, sudah di kuliahkan jauh- jauh keluar Negeri, tapi masih mendengar pertimbangan orang yang tidak ahlinya, bukankah “lebih cepat lebih baik”, apa yang disampaikan Bapak Jusuf Kalla, ahli itu diantaranya yang setuju pemindahan ibu kota; Andrinof Chaniago adalah Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Yayat Supriyatna Planolog dari Universitas Trisakti, Haryo Winarso Planolog Institut Teknologi Bandung, Sonny Harry B. Harmadi Pakar demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Tata Mutasya Peraih master di bidang manajemen pembangunan dari Universitas Turin, Italia, M Jehansyah Siregar Arsitek jebolan Institut Teknologi Bandung yang mendapat doktor di bidang perencanaan kota dari Universitas Tokyo. Lalu pertanyaanya bagaimana dengan Presidennya, mungkin ini sudah gaya presiden kita terlalu lama dan banyak pertimbangan dan relatif tidak berani.
Ibu Kota Pindah “Tricle Down Efec” = NKRI Terjaga Kembali
Ketika Ibu Kota Indonesia pindah ke Palangkaraya, ada satu lagi keuntungan yang Negeri ini dapatkan yaitu terjaganya NKRI, terutama daerah timur terlindunggi, Malaysia berfikir ulang untuk mengusik kedaulatan NKRI terutama yang berbatasan langsung dengan darat  yang berbatasan dengan Kalimantan, laut Indonesia akan lebih terjaga, karena letak Ibu Kota di tengah-tengah, selanjutnya keuntungan terbaginya kue pembangunan, pembangunan yang merembes ke- timur “tricle down efek” pembangunan yang berkeadilan, Kalimantan akan lebih terpelihara terutama dalam pembangunan, sebab  pulau  ini yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini, mereka lebih mengenal bahkan penduduk ini berbelanja mengunakan mata uang ringgit ini menyedihkan dan mengunakan gas petronas Malaysia, Bendera Indonesia ” merah di atas dan putih di bawah dibalikkan menjadi putih diatas agar tidak luntur warna merahnya, intinya nasionalisme mereka sudah luntur”, dengan Palangkaraya jadi Ibu Kota maka akan kembali lagi Nasionalime penduduk Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negeri Malaysia ini. Namun yang jelas pindahnya Ibu Kota Jakarta setidaknya laut dan daratan Indonesia terpelihara dalam keutuhan NKRI.
Sekali Lagi Kenapa Opsi Ibu Kota Harus Pindah?
Penulis mengingatkan kembali Kenapa Ibu Kota Harus pindah?.Jakarta sudah penuh sesak dengan kendaraan sehingga kemacetan terjadi dimana-mana, hal ini karena pertambahan mobil tidak diimbangi dengan pertambahan ruas jalan. Jakarta diramalkan akan macet total tahun 2015. Jakarta sudah sering dilanda banjir ini dikarenakan 40% wilayah DKI Jakarta berada di bawah permukaan laut. Pembangunan di Jakarta sudah maksimal saatnya pemerataan pembangunan ke daerah lain, diharapkan dengan berpindahnya Ibukota dari Jakarta bisa merubah arus urbanisasi. Inefisiensi Jakarta sangat luar biasa karena kemacetan dan keruwetan tata kotanya. Situasi Jakarta saat ini terlalu ramai dan semrawut akibat sentra pemerintahan dan sentra bisnis dipusatkan semua di kota yang terbatas ini. Smoga Ibu Kota Indonesia cepat pindah, kalau 2010 di pindahkan maka 2020, generasi emas bangsa selanjutnya akan dapat menikmati, guna menyongsong masa depan negeri ini yang lebih baik, fonding father yang baik bisa meramalkan 20 tahun Indonesia selanjutnya. Smoga!

Tidak ada komentar: